Jumat, 13 April 2012
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban terutama konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung di beberapa wilayah yang tidak disertai dengan kepatuhan terhadap hukum dan kematangan elite politik masyarakat daerah telah menyebabkan berbagai kerusuhan sosial dan konflik horizontal. Selain itu, sebagai konsekuensi letak geografis yang strategis pada persimpangan dua benua dan dua samudra, Indonesia secara langsung dan tidak langsung juga menjadi lokasi tindak kejahatan transnasional seperti penyalahgunaan narkoba. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan makin meningkatnya globalisasi juga menyebabkan kejahatan transnasional semakin kompleks dan makin tinggi intensitasnya serta dapat dikendalikan dari wilayah di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara itu, masih rendahnya kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum juga menyebabkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum pada setiap kejadian tindak pidana masih rendah, bahkan kecenderungan main hakim sendiri masih tinggi.
Permasalahan yang Dihadapi
Semakin meningkatnya kekhawatiran dan keresahan masyarakat terhadap semakin merebaknya tindak kriminal sebagai akibat penyalahgunaan narkoba merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Pada umumnya pengguna narkoba merupakan golongan pemuda baik yang masih duduk di bangku sekolah dan perguruan tinggi, sedangkan pengedarnya adalah orang-orang yang memiliki jaringan yang kuat dengan bandar narkoba.
Kesigapan aparat keamanan dalam mendeteksi dan mengatasi gejala awal telah mampu meredam potensi konflik menjadi tidak muncul ke permukaan. Makin meningkatnya toleransi masyarakat terhadap keberagaman dan makin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya rasa aman dalam beraktivitas menjadikan upaya adu domba SARA antarkelompok masyarakat dapat dihindari. Namun, hal tersebut perlu terus diamati karena sewaktu-waktu dapat muncul kembali dengan adanya gesekan-gesekan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sampai saat ini, pembangunan kelautan dan perikanan telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian nasional dan peningkatan penerimaan negara. Namun, pelaksanaannya masih dihadapkan pada berbagai kendala yang harus segera mendapatkan penanganan tersendiri. Berbagai masalah tersebut, antara lain, masih maraknya praktik pencurian ikan (illegal fishing), terjadinya pencemaran laut, lemahnya penegakan hukum, rendahnya kesadaran bangsa akan arti pentingnya dan nilai strategis sumber daya kelautan, dan belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil, terutama yang berada di wilayah terluar/terdepan. Jika tidak mendapat perhatian yang cukup, masalah ini dapat menjadi salah satu pemicu ketidakstabilan, keamanan, dan rawan gangguan terhadap faktor-faktor pengaruh negatif dari negara tetangga. Untuk itu, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah penanganan masalah yang intensif mengenai rancangan instruksi Presiden tentang Pemberantasan dan Pencegahan Penangkapan Ikan secara Ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Kejahatan transnasional di bidang kehutanan terjadi dengan semakin maraknya pencurian kayu dari hutan Indonesia yang dilakukan oleh pelaku yang berasal dari negara-negara tetangga atau pelaku yang berperan aktif memfasilitasi perdagangan kayu hasil pembalakan liar (illegal logging). Hal tersebut terjadi akibat adanya kesenjangan yang besar antara permintaan dan pasokan kayu legal, yang untuk kebutuhan industri domestik saja diperkirakan mencapai 35–40 juta meter kubik per tahun. Kesenjangan tersebut dipenuhi dari pembalakan liar. Industri pengolahan kayu yang bergantung pada kayu yang ditebang secara ilegal mencapai 65 persen dari pasokan total di tahun 2000. Pembalakan liar ditengarai sebagai ancaman yang paling serius bagi keberlanjutan fungsi hutan, baik dari aspek ekonomi, ekologis, maupun sosial. Kerugian hutan Indonesia akibat praktik pembalakan liar diperkirakan mencapai US$ 5,7 miliar atau sekitar Rp46,74 triliun per tahun, belum termasuk nilai kerugian dari aspek ekologis seperti musnahnya spesies langka serta terganggunya daerah aliran sungai yang berimbas pada kehidupan manusia dan sekitarnya yang berpotensi menimbulkan dampak bencana seperti tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan. Upaya mengatasi masalah pencurian kayu itu adalah suatu usaha yang sulit mengingat pelakunya memiliki jaringan yang sangat luas dan sulit tersentuh.
Pemerintah dalam upaya mengatasi masalah tersebut dari segi yuridis telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Semangat baru yang dilandasi penegakan hukum yang tegas, diharapkan akan mampu memutus jaringan peredaran kayu ilegal baik domestik maupun antarnegara.
II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Langkah kebijakan yang akan ditempuh untuk meningkatkan keamanan, ketertiban, dan penanggulangan kriminalitas adalah sebagai berikut.
1) penguatan koordinasi dan kerja sama antara kelembagaan pertahanan dan keamanan;
2) peningkatan kapasitas dan kinerja lembaga keamanan, yaitu Polri, TNI, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Intelijen Negara (BIN), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Badan Koordinasi Kemanan Laut (Bakorkamla);
3) peningkatan kegiatan dan operasi bersama keamanan di laut;
4) peningkatan upaya komprehensif pengurangan pemasokan dan pengurangan permintaan narkoba;
5) peningkatan pengamanan di wilayah perbatasan;
6) pembangunan upaya pemolisian masyarakat (community policing) dan penguatan peran aktif masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat;
7) peningkatan penegakan undang-undang dan peraturan serta mempercepat proses penindakan pelanggaran hukum.